Sunday, November 22, 2009

Suaraku (Jilid 2)


Akhirnya setelah 1 minggu di ICU aku kembali ke ruangan di IRNA A Lt4. Aku kangen banget ma keluargaku, ma suster-suster yang baik di IRNA A lt.4 dan ma temen-temen sekamarku. Sebab selama di ICU aku cuma bisa bertemu dengan dokter anestesi, beberapa dokter bedah tumor dan perawat ICU aja. ICU bener-bener jadi momok bagiku. Disana selalu aja ada nyawa yang melayang tiba-tiba. Sebelah kanan dan kiriku waktu itu meninggal karena gak bisa nafas.
Waktu itu yang menjemputku dari ICU adalah Suster Sari, Suster Tamara, kakakku Iin ma adekku Siwi. Kedua Suster lalu menggeledekku menuju ke ruang rawat IRNA A lt 4. Sampai di atas aku disambut suster-suster yang ramah, dan gak kayak suster di ICU. Dan ternyata temen sekamarku udah pada ganti kecuali ibu Banih. Ibu Yusrida,dan mbak Ana yang operasinya bareng aku udah di pulangin dan mereka dirawat jalan aja. Sedangkan Ibu banih masih lum dioperasi karena beliau masih antri ruang ICU.
Kakak dan adikku sengaja menyiapkan buku dan pena untuk aku berkomunikasi supaya aku bisa berinteraksi dengan yang lain. Begitu sampai di ruangan temen-temen sekamar dan kamar sebelah langsung pada jenguk ke ranjangku. Waktu itu ada mbak Murni anaknya Alm Opung Remina. Dia baru dapat kamar di ruang sebelah untuk Alm Remina waktu itu mau di operasi tumor yang ada di mandibulanya.
Awal pertama kali komunikasi dengan menulis membuatku sangat jengkel, karena aku melihat yang lain bisa ngomong dengan cepet sedangkan jawabanku melalui tulisan yang sangat membutuhkan waktu mereka untuk menunggu hasil tulisanku. Aku merasa jadi orang paling aneh, gak bisa ngomong, dan gak bisa makan dengan normal serta muka gak simetris. Waktu itu aku memakai selang NGT untuk makan dan makananku itu cuma cairan aja. Aku gak bisa merasakan rasa minuman yang masuk ke perutku dan aku cuma bisa merasakan lapar dan kenyang aja. Rasa manis, pedes, asam, pait ga bisa aku rasakan. Karena NGT itu masuk melalui hidungku dan selangnya itu panjangnya sampai ke lambungku.
Paling nyebelin lagi temen-temen sekamarku pada gak bisa baca-tulis kecuali ibu Banih. Jadi aku cuma bisa komunikasi dengan saudaraku, dokter, suster dan ibu Banih. Pernah suatu ketika aku masih belum bisa bangun, suster pada istirahat di ruang suster, adekku lagi nebus obat dan ibu Banih lagi priksa ke poli karena ada konsul dari dokter untuk persiapan operasi. Waktu itu aku mau minta tolong untuk membuat susu. Kebetulan waktu itu aku masih lemes banget. Akupun mencoba menulis tulisan ke mbah Rani temen sekamarku yang seumuran denganku. Aku kira karena masih muda, pasti bisa membaca. Ternyata dianya gag bisa. AKhirnya akupun mencoba pakai bahasa isyarat. Lama banget sampai aku jengkel dianya gak ngerti juga. Untung akhirnya kakakku yang dari Mushola datang. Dianya lalu membuatkan susu dan mengalirkannya ke NGT.
Semua keluhan yang aku rasakan aku tulis lewat tulisan-tulisan, yang aku sodorkan untuk di baca dr Arza. Dr Arza itu dokter yang merawatku di ruangan. Dia sedang mengambil spesialis Bedah umum waktu itu. Setiap waktu setiap saat aku selalu menunggu dr Arza datang ke ruangan. Tapi nyebelin banget, dianya jarang banget datang pada saat-saat aku butuhkan. Aku jadi sering uring-uringan tiap kali dia datang ke kamarku. Tapi kayaknya walopun aku sering marah ma dia, dianya tetep baik ma aku. Sebab dia selalu aja bikin kelucuan-kelucuan yang bikin marahku kadang menghilang, tapi cuma bentar. Pernah suatu hari dia pas mo masuk ke kamarku dia ngintip dari pintu:" Elisa masih marah gak ya ma aku.." Dengan mimik wajah yang lucu membuat orang yang liat jadi ketawa. Temen-temenku dari ruang sebelah aja sampai heran ma aku yang sering uring-uringan ma dr Arza. Mereka heran kok bisa-bisanya aku marahin dokter secakep dr Arza. Wah banyak juga yang ngefans ma dr Arza, aku sampai kena tegur fans2xnya. Weit..emang sie dia cakep,cakep banget dengan alis tebalnya yang khas yang membuat temenku Nuy terpana waktu nganter aku berobat ke Poli. Dan karena terpananya dia sampai rela menunggui aku malem hari waktu keluargaku sedang gak ada yang bisa nunggu untuk 2 hari. Tapi bagiku dr Arza nyebelin banget pada waktu itu.
Sampai akhirnya om wawan datang menjengukku dengan istrinya. Mereka membawakan makanan untuk yang nungguin aku yang waktu itu jatahnya mamaku yang nungguin dan juga membawa buku "La Tahzan". Aku mulai mengisi waktuku untuk membaca buku itu. La tahzan artinya jangan bersedih. Dr Arza tau aku sedang membaca tuh buku, jadi setiap kali datang pada saat aku ngambek ma dia,dia bilang: "Dah tamat lum baca La Tahzannya". Aku jadi tersenyum dan gak jadi marah ke dia. Nah dari situ aku mulai agak reda dengan amarahku dan dengan kesediahanku. Sebenernya setelah aku pikir dan pikir dengan kepala dingin sebenernya aku marah dengan apa yang terjadi padaku. Yang berubah 180 derajat setelah di operasi yaitu ga bisa makan karena gak ada langit-langit, gak bisa ngomong juga karena gak punya langit-langit serta muka yang sebelah gak ada pipi. Dan sayangnya yang kena pelampiasan itu dr Arza. hehehe..maap ya dok..
Selain aku mempersiapkan tulisan untuk dr Arza aku juga menyiapkan tulisan untuk dokter yang lebih senior, yaitu dr Bahtiar yang mengoperasiku. Waktu aku sodorkan pada saat ronde pagi ada yang nyeletuk tulisanku itu surat cinta, kalo gak salah yang nyeletuk dr Agus dan dokter-dokter tumor pun akhirnya menjuluki tulisanku itu sebagai "surat cinta". Tiap pagi nanyain "surat cinta"nya mana?. Pokoknya semua dokter ramah dan berusaha menghiburku. Seakan mereka tau apa yang aku rasakan.
Ada kejadian lucu-lucu lainnya. Salah satunya waktu aku nanya ke dr Arza kapan aku pulang? Dia jawabnya melalui tulisan juga. Aneh padahal dia kan bisa ngomong. Itu ga cuma sekali terjadi, orang tuaku juga waktu awal-awal bales tulisanku dengan tulisan juga. Sampai akhirnya aku menghabiskan banyak buku dalam waktu singkat. Akupun akhirnya bilang:"Mama kan bisa ngomong langsung kan..gak kayak aku".Beliau langsung ketawa dan baru sadar selama ini ikut nulis di bukuku. Selain itu temen-temen yang menjengukku juga ikut-ikutan nulis antara lain yuliadi, Niken, Ivo dan Riza. Aku sampai heran kenapa orang-orang pada ikut-ikutan nulis? Harusnya kan aku yang beradaptasi ma mereka.
Tiap kali mengingat itu aku jadi ketawa sekaligus bersyukur banget. Karena sekarang ini aku udah bisa bersuara walopun gak begitu jelas. Aku merasa pada saat itu Allah bener-bener menguji kesabaranku. Thanks Allah..

SUARAKU (jilid 1)

Sebelum operasi hemimaksilektomi dan hemimandibulektomi dektra ada yang bilang suaraku bagus dan seksi. Itu kata temen dunia mayaku yang dari Singkawang, Mazda namanya. Aku gak tau itu nama dia yang sebenernya atau samaran. Yang jelas dia ngakunya begitu. Hampir tiap malam waktu kita selalu telfon-telfonan. Kita berkenalan sudah sejak tahun 2003, yaitu waktu kita sama-sama sedang mengerjakan Tugas Akhir. Dia kuliah disalah satu perguruan tinggi di Pontianak sedangkan aku di Universitas Diponegoro Semarang.

Pada bulan Maret 2007 aku menjalani operasi hemimaksilektomi dan hemimandibulektomi yaitu pengangkatan rahang atas dan rahang bawahku sebelah kanan. Sehingga aku sama sekali tidak bisa mengeluarkan suaraku. Aku masuk ke ICU selama 7 hari. Hari-hari di ICU sungguh merupakan hari yang sangat menyiksa. Karena hari pertama kali aku sadar dari obat bius dan tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali. Tangan kananku diikat dan diinfus.Dan mulutku ngeces melulu karena gak bisa nutup.
Hari pertama di ICU, yang aku ingat aku mendengar suara-suara para dokter memanggilku dan menginstruksikan aku untuk bernafas. Hari itu aku merasakan adanya dr Ilham(dokter idolaku waktu itu)menjengukku dan menyuruhku untuk tarik nafas pelan-pelan. Gak tau itu beneran dr Ilham atau gak. Tapi suaranyalah yang aku ingat dan menuntunku untuk berusaha untuk bernafas.

Hari kedua, aku merasakan sakit yang luar biasa pada pipi, kerongkongan dan pada dadaku. Pada pipi karena biusnya sakitnya udah hilang. Pada kerongkongan dan dadaku nyeri karena alat bantu nafas terpasang. Bener-bener ganjel banget dech...Pada saat itu pula aku baru sadar aku gak bisa ngomong. Dan saat itu pula aku jadi down. Ternyata sangat amat susah hidup tanpa bisa berbicara. Waktu itu pagi hari rombongan dokter bedah tumor datang untuk mengecek keadaanku. Dr Enos bilang ke aku kalo untuk sementara aku gak boleh ngomong dan emang sementara tidak bisa ngomong dulu.

Hari ketiga, aku berusaha untuk mengeluh ke suster dan dr anestesi saat aku merasakan sakit. Tapi apa daya aku gak boleh dan gak bisa ngomong jadi keluhanku ga bisa didengar mereka. Aku cuma bisa menangis karena kesakitan tapi susternya diam aja. Pada waktu salah satu suster datang menghampiri aku aku berusaha komunikasi lewat isyarat tanganku dan bilang minta pulpen dan kertas. Setelah diambilin aku jadi bingung, karena aku harus menulis dengan tangan kiri. Pada saat itu aku tidak boleh menoleh ke kanan karena lukanya ada di sebelah kanan dan aku juga tidak bisa menduduk karena badanku terpasang alat. Jadi aku menulis tanpa melihat kertas yang aku. Dan hasilnya, ternyata tulisanku berantakan dan gak bisa terbaca. Susternya waktu itu kebetulan suster yang judes, akupun di omelin, "Tulisan apa ini? Udah..diem, nulis aja gak bisa tapi sok-sokan pingin nulis". Pada saat itu juga aku kaget dan syok dengan sikap suster dan akhirnya akupun ngedrop dan alat pendeteksipun nyala. "Ting..ting..ting..ting.." itu tandanya tensi turun dan gak nafas. Dokterpun datang dan menginstruksikan aku untuk menarik nafas pelan-pelan,"Tarik nafas El.ayo..tarik nafas pelan-pelan ya..." kata dokter anestesi. Anehnya saat itu aku sangat sulit sekali bernafas padahal dalam keadaan normal hal itu sangat mudah aku lakukan. Tapi aku berusaha untuk menarik nafas dan menghitung tiap nafasku sampai aku tertidur. Selama di ICU tidurku gak pernah nyenyak, sebab tiap kali tidur aku selalu terbangun dengan alat pendeteksi nafas. Aku selalu takut kalo itu suara dari alat yang terpasang di tubuhku.

Hari keempat, aku mulai batuk-batuk. Kalo batuk sedang melandaku dadaku sakit banget. Aku semaleman gak bisa tidur karena batukku makin menjadi-jadi. Tiap kali batuk suster datang membawa suction untuk menyedot kalo ada cairan yang menyumbat saluran pernafasan. Tapi mereka tidak menemukan apa-apa alias kering. Dr Murni memberi resep obat batuk. Oia...dr Murni adalah my heroku selama aku di ICU. Beliau selalu setia mengunjungi aku padahal waktu itu. Dr Murni baik banget ma aku. Aku selalu menantikan datangnya pagi yaitu datangnya dr Murni, dia mau mendengar keluhanku.Dan mau berusaha membaca tulisanku yang kayak cacing karena pakai tangan kiri. Kalo dengan dr Murni aku menulis huruf 1 demi satu dan beliau merangkainya. Aku senang banget dengan keramahannya.
Malam hari ke -4 batukku makin menjadi saja, aku sama sekali gak bisa tidur. Karena uhuk-uhuk semaleman. Bener-bener menguras tenagaku saja.
Hari kelima, pagi harinya waktu dr Murni datang aku ngomong lewat tulisanku kalo 2 hari gak bisa tidur karena batuk. Dr Murni langsung memberikan aku obat tidur. Waktu aku bilang gak betah di ICU dr Murni menyemangati aku supaya tetap bertahan sampai hari ke-6 atau 7. Pada hari itu beliau mau membuka tampon yang ada dimulutku. Dimulutku terpasang tampon dari kassa. Fungsinya untuk menghindari pendarahan yang berlanjut. Sehingga mulutku saat itu tidak bisa dipakai untuk makan.Aku cuma bisa konsumsi makanan cair yaitu selang NGT yang terpasang di hidungku. Dr Murni selalu menyemangati aku, aku jadi senang. Selain dr Murni ada suster Eko yang baik, setiap pagi suster eko dan suster PKL nya selalu membersihkan tubuhku dengan mengelap seluruh tubuhku, sehingga aku merasa segar. Suster Eko selalu cerita kalo keluargaku masih menunggu diluar. Jadi aku harus tetap semangat supaya bisa cepat pulih tenaganya.Suster Eko menyiapkan huruf Alfabet untuk komunikasi dengan aku.
Walaupun sudah diberi obat tidur tapi seharian aku masih gak bisa tidur karena batukku makin menjadi-jadi. Sampai malam hari ke-5 aku berada dipuncak batukku. Waktu itu ada dokter jaga yang ganteng dan aku gak tau namanya. Yang jelas suster judes sampai genitnya minta ampun. Aneh banget, biasanya suster judes itu kalo dapat jatah malam datang langsung nyalain tv dan mendekati pasien cuma pas alat pendeteksi berbunyi. Tapi malam itu dianya mau mendekati aku karena mendengar batukku. "Mungkin cari perhatian ma dokter kali .."batinku.
Tuh suster teriak-teriak memanggil dokter jaga itu dan berbicara dengan genit banget, "Nie anak batuk terus dari kemarin lho dok..kenapa yach"
"Coba ambilkan suction!!"perintah dokter
"Dari kemarin sudah di suction tapi gak ada apa-apa kok"
" Ada vaselin gak? disuction sambil diberi vaselin maksudku. cepetan ambil.."perintah dokter jaga dengan intonasi yang agak keras.
Suster genit itupun mengambilkan apa yang diminta dokter.
Dokter ganteng itupun akhirnya mensuctionku dan dia menemukan sesuatu yang keras dan gak bisa terangkat oleh suction. Dan diapun menambahkan vaselin lagi dan " pletaaaaaaaaaak.." keluar padatan keluar dari selang nafas yang dipasang dihidungku.
"Watauuuuuu" kata dokter.
Suster genit ketawa dengan genitnya. "Kasian deh lu...udah nolong tapi kena getahnya."
"Yah..beginilah nasib seorang dokter"katanya.
Setelah kejadian itu akupun sembuh dari batukku dan aku malam itu bisa tidur dengan nyenyaknya. Ada suster yang udah tua ramah banget, dia mengganti selimutku dengan selimut tebal.
Hari ke-6, pagi hari itu aku masih sangat nyenyak. Susterpun menyibini aku yang masih ngantuk-ngantuk. Selesai disibini aku tertidur pulas lagi. Sampai aku gak tau kalo dr Murni datang. Dia menghampiriku dan membangunkanku cuma untuk bilang "El, nanti kita cabut tamponnya ya..mungkin agak siangan. Dah..tidur lagi gak papa kok"
Aku cuma menjawabnya dengan anggukan kepala dan tidur lagi.
Siang harinya tepatnya abis dhuhur dr Murni datang dan menyiapkan semuanya. Diapun memberi instruksi ke aku untuk membuka mulutku lebar-lebar dan aku disuruh memberi isyarat kalo aku kecapekan membuka mulut. Dr Murni mulai mengambil satu demi satu kassa /tampon yang menempel di langit-langit mulutku. Akhirnya setelah semuanya kelar diapun membersihkan mulutku dengan telaten.
"Dah...tar dr Anestesi mo melakukan intubasi. Intubasi itu menngangkat alat bantu nafas yang terpasang sekarang. Biar Elisa bisa cepet balik ke ruangan ya.." kata dr Murni.
Hari ketujuh dr Anestesi mulai mempersiapkan untuk mengintubasi aku. Aku waktu mendengar kata intubasi rasanya senang banget karena itu artinya aku mau keluar dari tempat yang membuat aku gak berdaya.
Tapi..setelah mendengar instruksi dokter aku jadi ngeri karena pasti sakit rasanya. Dan benar..sakit banget. Pertama dr Anestesi mensuctionku kemudian memasukkan tali panjang yang mana alat pemancing untuk mengangkat alat yang ada didalamnya. Aku disuruh menahan nafas dan mereka menariknya dengan cepat supaya rasa sakit yang aku rasakan minimal. Tetap aja aku merasakan sakit yang luar biasa. Tapi dada dan kerongkonganku jadi agak legaan dan kerasa longgar banget, karena yang selama ini menyekat sudah gak ada. Setelah itu mereka masih memberiku oksigen tapi cuma sebatas sampai di lubang hidung luar saja dan aku disuruh menghirupnya. Itu untuk membersihkan saluran pernafasan.
Siang harinya aku dijemput suster tamara dan suster sari. Mereka menggeledekku menuju ke IRNA A lt.4, yaitu ruangan inap bedah tumor. Duh seneng banget dech rasanya....

Wednesday, November 18, 2009

Poli Mata, FKG n Residif of fibrous displasia

Tanggal 10 November 2009 aku kontrol ke RSCM yaitu ke poli mata untuk irigasi mata dan ke FKG UI untuk memperbaiki gigi palsuku yang patah.
Di poli mata aku ditangani oleh dr Zenal dulu yaitu mataku di irigasi dengan cara menyuntikkan cairan ke saluran air mata yang dibuat bulan April 2009. Suntikan dilakukan beberapa kali dan akhirnya suntikan ke-5 akhirnya air tersebut mengalir/meresap juga ke hidungku. Dan dokterpun menghentikan suntikannya lagi. Aku disuruh nunggu beberapa saat sampai dr Ira datang dan dr Ira memeriksaku kembali. Ternyata korneaku ada kerusakan dikit. Untuk menghindari yang lebih parah (kebutaan) maka beliau menyarankan aku untuk pasang implant dari emas sebagai pemberat supaya aku bisa kedip. Implant nantinya akan dipasang di kelopak mata. Tentang waktunya semua diserahkan ke aku sepenuhnya, tapi kalo bisa jangan kelamaan.

Jam 11.00 wib aku ke FKG UI untuk ketemu drg Desy. Waktu beliau liat gigi palsuku yang patah beliau ketawa dan heran kok bisa, "Emang elisa ngapain aja?"tanyanya. Aku jawab aja jatuh waktu sedang menyikatnya. Lalu beliaupun menyopot gigi palsuku dan memberikannya ke pak Roto. "Ditinggal aja dulu ya mbak..besok diambil kesini" kata pak roto.
"Wah..mang gak bisa ditunggu ya pak? soalnya besok ada foto untuk kartu pegawai.."kataku.
"Oooo...ya udah dech..tapi nunggunya lamaan gak papa kan?"
"Gak masalah pak.."jawabku
Akupun menunggu pak Roto sambil liat-liat dokter di dekatku menangani pasiennya. Setelah 2 jam akhirnya gigi palsukupun berhasil disambung dan drg Desy mendekat untuk mengepaskannnya. "Gimana El?" katanya
""Agak ganjel karna ketebelan dok.."kataku.
"Iya kan tadi ditambal, takutnya patah lagi mbak..gimana kalo dicoba dulu 2-3 hari, tar kalo ada masalah ke sini lagi" kata pak Roto.
"OK deh.."
"So..jangan sungkan-sungkan kasih kabar ya El.." kata drg Desy

Jam 13.00 wib aku selesai dari urusan di FKG UI. akhirnya aku menyempatkan diri untuk ketemu dengan Dwi, mumpung kita sama-sama di RSCM. NIatnya pingin ketemu cuma bentar tapi gara-gara ujan akhirnya kita ngobrol lama banget. Ujan ditunggu-tunggu kok makin deras aja, akhirnya kitapun mempunyai ide kalo naik ke Gedung A aja, buat jenguk ELiana dan ibu MUlyani.Tadinya agak was-was takut gak bisa lolos dari satpam di depan gedung A. Denmgan modal nekat dan tampang sok polos pura-pura gak tau peraturan kalo selain pasien dan dokter tidak boleh masuk lewat lt.1 kitapun jalan aja. Dan..akhirnya berhasil dech...^.^
Sampai di lt.4 gedung A RSCM aku langsung ke ruang suster dulu buat cuap-cuap. Kebetulan aku sudah pada kenal dengan suster-suster yang di gedung A. Abis itu aku ke kamar 404 yaitu ke kamar Eliana. Dia keliatan agak seger dan katanya abis operasi Tiroid yang pertama. Dan di depan Eliana ada Ibu MUlyani. Ibu Mulyani adalah pasien bedah Orthopedi. Beliau abis jatuh dan tangannya jadi susah buat digerakin. Dan aku kaget banget waktu aku liat tulisan Fibrous displasia di ranjang pojok. Diagnosis penyakitnya sama kaya penyakitku. AKu pun nanya ke ELiana orangnya yang mana. Setelah dikasih tau aku jadi kaget dan penasaran untuk bertanya-tanya tentang riwayat penyakitnya itu.
Sebut aja X, dia susah banget diajak untuk sharing. Tiap kali aku tanya dia jawabnya singkat-singkat aja. Gak kayak pasien-pasien lain yang aku kenal. Tapi akhirnya aku berhasil juga mengorek keterangan dari dia walopun gak banyak. Menurut keterangannya X menderita fibrous displasia dan sudah operasi kayak aku yaitu dipasang implant atau plate di maksila dan mandibulanya. plate di maksilanya lepas dan mendorong matanya. Waktu aku tanya penyebabnya apa? soalnya aku juga pake plate yang sama. Tapi dia gak jawab.
Akupun penasaran dan jadi agak was-was.

Akhirnya tanggal 19 November 2009 aku berhasil menanyakan ke dr Qory melalui facebooknya. Kata beliau penyebabnya adalah Residif / kambuh. Sehingga tumor mendesak plate yang telah dipasang. Dan rencananya X akan di rekonstruksi dengan cara free fibula (donor tulang menggunakan tulang fibula/kaki) dan costal graft.
Dari awal aku sudah diberitahu kalo fibrous displasia itu adalah tumor pada tulang yang tidak dapat ditebak kesembuhannya. Yaitu bisa kambuh sewaktu-waktu walaupun fibrous displasia itu bukan jenis tumor ganas. Tapi setelah melihat keadaan X aku jadi takut hal itu akan terjadi ke aku.
YA Allah..tolong berilah kesembuhan padaku...non aktifkanlah fibous displasia dan berbagai penyakit lainnya yang ada ditubuhku.. AMin..Amin Yaa Robbal Alamin..
Dan untuk yang membaca tulisanku ini..Tolong bantu dengan Do'a nya ya..Supaya Fibrous displasia-nya gag aktif lagi. Makasih..